Jumat, 31 Agustus 2007

Pesan Politik Si ‘Badrun’


“Percayakan Pada Yang Berpengalaman”

Siapa sangka jika Ramsy, bintang sinetron kenamaan di negeri ini, pujaan kaula remaja ternyata gemar dengan persoalan politik. Pemeran si Badrun dalam Cintaku di Rumah Susun ini, pun punya cerita panjang soal pernak-pernik Pilkada Walikota Bau-Bau mendatang. “Percayakan aja ama yang pengalaman” begitu pesannya.

Badrun, Bahlul, dan Si Onta Arab. Begitu kata-kata dari beberapa remaja di kawasan Lakeba Restaurant Bau-Bau, tak kala melihat sesorang berkulit putih bersih tiba-tiba tampil membawakan sebuah lagu di restoran tersebut. Maklum mereka baru tahu jika sang penyanyi tersebut adalah Ramsy, sang bintang dalam berbagai sinetron yang kerap dimunculkan berbagai media televisi nasional negeri ini. Kekaguman pun berlanjut dengan ‘acara’ foto bareng dengan sang idola.

Kunjungan ‘Si Bahlul’ ke Bau-Bau pertengahan Juni (13-16) lalu memang tak sehoboh dengan kedatangan artis-artis ibukota lainnya. Pasalnya, Ramsy datang sebagai host dalam liputan ‘Jazirah’ produksi Trans TV. Yang diliputnya pun seputar kebudayaan Buton yang ada di Kota Bau-Bau. Utamanya, prosesi ritual Shalat Jumat di Masjid Agung Keraton, wisata kuliner khas wolio hingga liputan di kawasan monumen Naga Pantai Kamali. Asyik banget! celetuk Ramsy.

Namun dari sekian banyak cerita perjalanan panjang Ramsy di kota ini, yang tak luput dari cermatannya, justru persoalan politik daerah, maklum artis ini mengaku kalau ia salah seorang pemerhati politik nasional. “Aku salah satu penggemar soal politik, apalagi Pilkada,” katanya seraya berkomentar banyak seputar maraknya Baleho politik di kota ini.

Berikut beberapa nukilan wawancara singkat Ramsy dengan Majalah Semerbak seputar persoalan politik diatas kendaraan wisata Pemkot Bau-Bau sepanjang jalan dari hotel penginapan hingga kawasan Pantai Lakeba, pada Kamis malam Jumat 14 Juni lalu saat kunjungannya ke kota ini.

Anda juga penggemar politik ya?

Saya paling gemar. Mungkin kalau artis biasanya cuek dengan persoalan politik, tapi saya lain saya malah paling suka ngobrol soal politik.

Oh ya? Kok bisa?

Sekedar tahu aja, kalau sebelum main sinetron, saya banyak terlibat didunia aktivis, ingat khan tahun 1998 ketika reformasi digulirkan. Saat itu saya masih mahasiswa, ya sempat juga manjat-manjat di kubah gedung DPR/MPR, orasi dan segala macamnya. Jadi nggak heran kalau saya gemar dengan persoalan-persoalan politik. Lagi pula menarik untuk dibahas, karena menyangkut hajat hidup orang banyak. Benar nggak?

Tapi anda lebih disorot public sebagai salah seorang seniman?

Itu yang terpublikasi. Tapi bicara soal politik, saya pernah bergabung dengan partai, sekedar menyalurkan hobi. Saya gabung dengan Partai Amanat Nasional (PAN), ketika partai ini masih dipimpin pak Amien Rais.

Sampai sekarang?

Nggak aktif lagi, tapi kalau ada yang manggil jadi Jurkam siap-siap aja, ha..ha..ha.. maksud saya sejak Pak Amien tidak memimpin PAN lagi, saya juga ikut malas. Entalah tapi saya pribadi menganggap gak reform lagi, dulu waktu Pak Amin saya bersemangat. Gak tahu juga kenapa. Pas malas, ada yang manggil main sinetron, ya ikutan, jadinya seperti ini.

Tapi ngomong-ngomong (balik bertanya pada Majalah Semerbak), disini Pilkada bakalan rame ya?

Alasannya?

Tuh banyak baleho politik ha..ha..sepertinya bakal seru. Kalau Pilkada Gubernur Jakarta tidak seseru di Bau-Bau. Di Jakarta kita hanya disodori dua pasang kandidat. Makanya saya pikir, saat coblos nanti, saya mungkin tidur di rumah saja. Padahal yang namanya Jakarta, ibukota Negara, pusat segala aktifitas, pusatnya orang-orang cerdas, barometernya demokrasi di Indonesia, tapi kandidatnya hanya dua pasang. Sepertinya kalah dengan daerah.

Lalu terkait dengan kegiatan Pilkada di Kota Bau-Bau, ada titipan pesan untuk masyarakat dengan para elit politiknya?

Untuk di daerah gampang, percayakan saja sama yang sudah berpengalaman. Kenapa seperti itu? Karena karakter politik daerah beda dengan karakter politik ditingkat regional maupun nasional. Daerah harus dipimpin oleh orang yang memiliki kemampuan khusus untuk itu. Tapi kalau tidak berpengalaman, apalagi tidak punya prestasi, ngapain pilih yang seperti itu.

Tapi saya tidak mengatakan harus memilih Pak Amirul Tamim, sebab saya tidak punya kapasitas untuk bicara hal seperti itu lagi disaat kondisi saya datang sebagai kru ‘Jazirah’ Trans TV, saya hanya mengatakan percayakan saja pada yang berpengalaman, apalagi kalau membangun, berprestasi, mau cari apa lagi, bener khan?

Terus seorang pemimpin, seorang Walikota atau siapa saja yang ingin memimpin, kuncinya hanya dua hal saja. Pertama, harus jujur dan dekat dengan masyarakat. Kedua, seorang pemimpin tidak neka-neko dengan persoalan keuangan daerah, pasti aman deh. Aman pada saat masih memimpin dan aman setelah ia tidak memimpin lagi. (**)

Bertemu Walikota pukul 12 Malam

Wawancara dengan Ramsy terhenti sejenak, kendaraan yang mengakut Ramsy diarahkan ke Rujab Walikota Bau-Bau. Arah jam menunjukkan pukul 12 tengah malam. Walikota Amirul tampak masih melayani tamu di pelataran depan Rujab. Ramsy turun dari kendaraan dan memecah kesunyian malam. Awalnya Ramsy agak rikuh dengan keadaan, sebab ini kali kedua ia bertemu dengan Walikota Bau-Bau diaman Ramsy masih menggunakan pakaian santai. “Assalamu Alaikum pak Wali, maaf masih pake celana pendek lagi nih pak Wali,” salam Ramsy kepada Walikota Amirul dengan gaya khasnya seperti dalam sinetron Cintaku di Rumah Susun.

Wa’ Alaikumussalam, tidak apa-apa, yang pake sarung saja masuk Rujab,” sambut Walikota disertai canda ringan. Beberapa saat lamanya Walikota dan Ramsy terlibat pembicaraan hangat, entah apa yang dibicarakannya, namun sesekali dari keduanya terdengar gelak tawa memecah malam.

15 menit kemudian, Ramsy pamitan. Dan menuju kendaraan yang ditumpangi sebelumnya. “Melapor aja kalau kita sudah makan malam di Restaurant Lakeba” kata Ramsy kepada Majalah Semerbak.

Sejujur kemudian, Ramsy kepada majalah ini bertutur panjang tentang sosok Walikota Bau-Bau. “Beliau cerdas (memuji Walikota), beliau memang layak jadi pemimpin besar. Wajarlah kalau kemudian masyarakat memberi kepercayaan untuk memimpin daerah ini,” ujar Ramsy.

Setelah itu ia mengomentari ‘teknik’ Walikota menerima tamu di teras Rujab. “Menerima tamu secara terbuka dan terlihat oleh public umum, memberi dampak phsykologis kepada masyarakat, bahwa beliau sangat terbuka dan transparan. Ini bagus diikuti oleh seluruh pejabat di negeri ini, jangan sembunyi-sembunyi, ha..ha..” jelasnya.

Kendaraan tiba di hotel Ratu Rajawali. Arah jarum jam menunjukkan pukul 00.30 wita dinihari. Perbincangan dengan Ramsy terhenti. “Esok lagi ngobrolnya ya?” Si “Badrun” menutup pembicaraannya. (hamzah)

Haroana Andala.


Ritual Bahari Yang Nyaris Tenggelam Di Dasar Samudera Wolio

Jagania mpu kalalesana andala yitu

Bholi so umakidha uwala antona maka haragangia dhuka temo padhangia iya

Ro namo O tawo teingkita manusia ko sarongi tasangu

(Jagalah selalu luasnya lautan itu, Jangan hanya pandai mengambil isinya tetapi hormati pula dengan penciptanya. Karena laut dengan kita manusia adalah satu kesatuan yang saling membutuhkan)

(pesan para leluhur)

Ahad, 17 Juni 2007. pagi yang cerah, laut di tepian teluk Bone-Bone Kota Bau-Bau membiru, gelombang lautnya tenang. Puluhan kapal penangkap ikan jenis fiber berjejal berbaris rapi. Dua tetua nelayan dipinggir pantai tampak sibuk menyangrai gabah kering disebuah bejana tanah. Selanjutnya dengan sedikit jampi sangrai gabah itu dihamburkan ke bibir pantai. Inilah permulaan digelarnya sebuah ritual masyarakat nelayan Bone-Bone Kota Bau-Bau yang disebut dengan Haroana Andala.

Haroana Andala berlanjut, nelayan lainnya sibuk mempersiapkan aneka macam panganan, terdiri dari ikan dalam berbagai olahan, kue-kue khas wolio hingga 2 ekor ayam dengan warna berbeda. Aneka panganan inilah yang menjadi persembahan nelayan yang kemudian disimpan di sebuah bahtera (perahu) khas Buton (Boti) ukuran mini. Bahtera ini yang menjadi wadah sesajen yang akan dilepaskan di lautan lepas, tentunya pula dengan sejumlah mantera dari para tetua nelayan itu sendiri.

Setelah semua prosesi ritual terhadap sesajen dirampungkan, barulah Bhoti dilepas ke laut menuju sebuah kawasan yang dianggap ‘tempat khusus’ melepas sesajen tersebut, yakni kawasan segitiga teluk Bau-Bau antara Bonebone (Bau-Bau)-Waara dan Kauruapuna (Pulau Muna). Konon kawasan ini dikeramatkan warga setempat, karena sering banyak kecelakaan laut terjadi disana. Salah satunya persitiwa naas di tahun 2002 Kapal Motor (KM) Kenangan len Bau-Bau-Kabaena tenggelam di kawasan itu dan menewaskan setidaknya 20 nyawa manusia, serta kerugian materi puluhan juta rupiah.

Pelepasan Boti berisi sesajen itu dihantar dengan puluhan kapal fiber nelayan yang ikut mengangkut puluhan masyarakat Bone-Bone yang memang mayoritas nelayan itu. Tentunya dengan tujuan, menyaksikan ritual yang baru digelar kembali ditahun 2007 ini setelah ‘terkubur’ selama 13 tahun lamanya di dasar samudera.

Di kawasan ‘segitiga bermuda’ itu ratusan nelayan tidak larut dalam suasana yang mencekam karena kesakralan pelepasan sesajen itu. Malah sebaliknya, kegembiraan memancar di raut wajah para nelayan. Seorang tokoh masyarakat nelayan Bone-Bone, H. Muirun Awi mengungkapkan jika kegembiraan warga diatas kapal fiber pengantar Bhoti memiliki makna agar lautan terus menjadi tempat mengais rezeki yang berlimpah, dan senantiasa bersahabat dengan para nelayan.

Namun ada syarat khusus yang berlaku bagi para ‘peserta’ konvoi kapal fiber tersebut, yakni tak boleh satu pun penganan sesajen kembali ke Bone-Bone. “Semuanya harus habis ditengah lautan, boleh kembali ke darat asal jangan ke Bone-Bone, itu yang menjadi kepercayaan masyarakat nelayan Bone-Bone,” papar Budiamin, salah seorang panitia kegiatan tersebut.

Anehnya, setelah semua prosesi ritual selesai, dari atas kapal yang ditumpangi tampak ikan-ikan bergerombol muncul dipermukaan laut. Bahkan beberapa Lumba-lumba memunculkan dirinya bermain di riak-riak gelombang, juga beberapa jenis ikan tongkol tampak berseliweran. “Alhamdulillah, semoga ini pertanda baik bagi nasib para nelayan,” ujar La Azi, sespuh nelayan di kawasan itu.

Itulah sepenggal kisah pelaksanaan ritual Haroana Andala, sebuah ritual kesyukuran para nelayan kepada Sang Maha Pencipta akan rezeki yang dilimpahkannya dari lautan. (**)

Dari Bone ke Bone-Bone

Aktifitas penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap jala, bagi masyarakat nelayan Kelurahan Bone-Bone pertama kali dipekenalkan oleh ANDI MANGUJU seorang nelayan jala dari Bugis Bone Sulawesi Selatan yang datang mencari ikan di Bone-Bone dan menginap di pantai Morikana.

Sejak itulah maka alat tangkap jala telah dijadikan sarana utama penangkapan ikan bagi nalayan Bone-Bone dalam memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. Seiring dengan perkembangan teknologi penangkapan ikan dewasa ini banyak nelayan Bone-Bone yang mengusahakan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap Pole And Line (penangkapan Cakalang-Tuna). Kendati demikian namun alat tangkap jala bukannya terabaikan tetapi justru menjadi sarana penunjang utama dalam hal penyediaan umpan (ikan Balelong).

Meski begitu, upacara Haroana Andala yang digelar turun temurun dari generasi kegenerasi pertama kali diprakarsai oleh seorang nelayan Bone-Bone bernama LA ASAMANA, namun tidak jelas sejak kapan ritual ini dimulai.

Upacara Haroana Andala memiliki pengertian sebagai suatu prosesi adat yang bernuansa syahadatain dan permohonan do’a kepada Allah SWT. Dengan harapan agar dilimpahkan rahmat, keselamatan dan rezeki dalam mencari nafkah dilaut untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari sebagai nelayan. Selain itu Haroana Andala juga merupakan implementasi kesadaran masyarakat nelayan Bone-Bone sebagai manusia yang dikuasai oleh sang pencipta, dimana segenap perasaan dan pemikirannya ditundukkan hanya kepada sang Khalik serta sebagai bentuk ekspresi perasaan yang diwujudkan dalam suatu tindakan atau perbuatan yang ditujukan pada kekuatan Gaib yang diyakini sebagai penguasa alam (termasuk alam laut).

Secara umum pelaksanaan Haroana andala dilaksanakan dengan nuansa megis yang diawali dengan permohonan do’a kepada Allah Swt. Agar nelayan Bone-Bone dalam melaksanakan aktifitasnya selalu diberikan rezeki dan keselamatan dunia dan akhirat. Kemudian dilanjutkan dengan pembuatan “BENTE” yang bahan bakunya berasal dari padi sebagai simbolisasi tameng diri dari setiap nelayan dalam melaksanakan aktifitasnya dilaut.

Setelah itu kemudian bahtera yang telah berisi bahan-bahan makanan diangkut keatas kapal untuk dibawah kelaut tempat pemasangan rumpon di lepas pantai Waara (diantara ngkolo-ngkolo dan Kauruapuna). Pada saat pelepasan bahtera untuk dilayarkan maka terlebih dahulu haluannya diarahkan menuju barat daya yang diawali dengan pengucapan Syalawat Nabi besar Muhammad Saw yang di ikuti oleh para nelayan, kemudian dilanjutkan dengan dengan ziarah kubur (membaca Fatiha) dimakam ANDI MANGUJU.

Beberapa kelengkapan ritual ini diantaranya: Beras ketan merah dan putih melambangkan kesejahteraan dan kemakmuran yang hakiki, Ayam jantan berbulu merah dan ayam betina (dhoridhi) disimbolkan sebagai jam alam yang selalu memberikan peringatan kepada masyarakat nelayan Bone-Bone akan datangnya waktu, Telur ayam 40, Kue Waji (wajik) 40 buah, Kue Cucur 40 buah yang dibuat dari beras ketan merah dengan bentuk bundar, Ubi jalar 40 buah, Pisang oke 40 biji, Ikan kadapo 40 bungkus yang dibungkus dengan kulit jagung, Ikan Boo-booka 3 ekor, Ikan Buke-buke 3 ekor, Ikan Katamba 3 ekor, Ikan Surabalongka 3 ekor, Ikan Ndoma 3 ekor, Daun Butu sebagai pengalas dari bahan-bahan tersebut diatas, tentunya semuanya memiliki makna yang mendalam bagi nelayan Bone-Bone. Selain itu harus disediakan Tangku sebagai tempat dupa yang mengiaskan ikan balelong (baelo) tetap tinggal selamanya di rumpon. (hamzah/elim, dari berbagai sumber)

Amirul Tamim Gencar ‘Jual’ Budaya Buton


Walikota Bau-Bau Drs. MZ. Amirul Tamim, M.Si pekan ini sangat sibuk dalam mempromosikan nilai dan budaya Buton khususnya yang berada dalam wilayah administrasi Pemerintah Kota Bau-Bau. Keseriusan itu diwujudkannya dengan kehadiran tim liputan sejumlah media massa nasional, seperti Trans TV, SCTV dan Harian Sinar Harapan Jakarta, disamping ‘menjual’ lewat media massa local Sulawesi Tenggara.

Bahkan khusus Trans TV dan SCTV yang ‘menurunkan’ sejumlah kru langsung dari Jakarta berdiam selama beberapa hari untuk menelusuri nilai-nilai budaya Buton. Bahkan untuk liputan Trans menghadirkan bintang persinetron, Ramsy yang selama ini dikenal sebagai tokoh ‘Badrun’ dalam sinetron “Cintaku Di Rumah Susun” untuk memandu acara khas Trans TV di kota ini.

Ramsy, saat diterima Walikota Amirul Tamim di Rujab siang kemarin (13/6) menyatakan kekagumannya dengan Kota Bau-Bau sebagai kota Budaya di Pulau Buton, sehingga pihaknya menilai jika budaya yang ada di kota ini memang saatnya terjual ke public nasional, dan mancanegara.

Walikota Amirul sendiri dalam paparannya dihadapan sejumlah kru media pertelevisian nasional mengatakan, jika apa yang dilakukannya di kota ini, semata hanya sebagia n dari sejumlah program pembangunan yang dicanangkannya, dan ini terkait dengan visi misi Kota Bau-Bau sebagai pintu gerbang dan ruang (living room) perekonomian dan pariwisata Sulawesi Tenggara. Dan tentunya tidak terlepas untuk mengangkat nilai-nilai budaya Buton yang masih terpendam dimasyarakat.

“Menjual potensi dalam wilayah tak harus dengan even-even tertentu, tapi secara rel dapat dilakukan dengan kemitran dengan media massa nasional, sebab sangat disadarai jika publikasi media massa sangat penting artinya untuk menjual potensi daerah dalam skala nasional maupun mancanegara,” papar Amirul Tamim.

Kedatangan sejumlah media massa nasional itu akan melakukan, liputan budaya meliputi, pelaksanaan ritual Sholat Jumat di masjid Agung Keraton Buton, menelusuri jejak Syek Abdul wakhid sebagai penyebar Agama Islam di Pulau Buton, rancang bangun Malige dan Kamali sebagai rumah adat Buton, serta yang tidak kalah adalah liputan Benteng Keraton sebagai benteng terluas di dunia dan sejumlah situs yang tersebar dalam wilayah Kota Bau-Bau.

Lainnya yang dipublikasi adalah wisata kuliner dengan berbagai makanan khas Buton, serta liputan khusus mengenai wisata alam pantai Bau-Bau, liputan mengenai ‘Pohon Loreng’, yang merupakan flora unik di hutan Wakonti Bau-Bau. Disebut unik, karena batang pohon ini mengeluarkan warna mirip pakaian loreng tentara, dan hanya terdapat 7 pohon diantara ribuan pohon dalam hutan tersebut. Disebut-sebut pula jika di jagad ini, pohon tersebut hanya terdapat di kota Bau-Bau. (hamzah)